Friday, April 24, 2015

Setan Dalam 5 Agama

Setan atau syetan (bahasa Ibrani: הַשָׂטָן ha-Satan, "sang penentang"; bahasa Arab: الشيطان al-Syaithon, "sesat atau jauh", - keduanya dari akar kata bahasa Semit: Ś-Ṭ-N), adalah perwujudan dari antagonisme yang bersumber dari agama-agama Samawi, yang biasanya merujuk pada Lucifer di dalam kepercayaan Yahudi dan Kristen, kemudian Iblis pada kepercayaan Islam.

Pada awalnya, istilah ini digunakan sebagai nama julukan untuk berbagai entitas yang menantang kepercayaan iman manusia di dalam Alkitab Ibrani. Sejak saat itu agama-agama Samawi menggunakan istilah "Satan" sebagai nama untuk Iblis. Di dalam bahasa Indonesia, istilah Satan berbeda maknanya dengan setan. "Satan" (huruf besar) lebih condong pada sang Iblis (diabolos), sedangkan "setan" (huruf kecil) lebih condong kepada roh-roh jahat (daemon). Perubahan makna itu terjadi karena setan tidak diterjemahkan langsung dari bahasa Ibrani, melainkan melalui bahasa Arab, sehingga terjadi pergeseran makna. Inilah pemahaman mengenai setan menurut 5 agama ;

PEMAHAMAN ISLAM

Menurut ajaran Islam, kata setan pada dasarnya memiliki arti sebagai kata sifat, yang bisa digunakan kepada makhluk dari golongan jin, manusia, dan hewan. Kemudian Ibnu Katsir menyatakan pula, bahwa setan adalah semua yang keluar dari tabiat jenisnya dengan kejelekan.

“...dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). (Al-An’am: 112)”
Dalam ayat ini menjelaskan bahwa Allah menjadikan setan dari jenis manusia, seperti halnya setan dari jenis jin, dan hanyalah setiap yang durhaka disebut setan, karena akhlak dan perbuatannya menyelisihi akhlak dan perbuatan makhluk yang sejenisnya, dan karena jauhnya dari kebaikan.

PEMAHAMAN KRISTEN

Menurut doktrin Kristen Trinitarian, pada mulanya, Setan adalah malaikat Tuhan yang bernama Lucifer. Istilah “malaikat” berarti “utusan.” Semua malaikat diciptakan oleh Tuhan. Kolose 1:16 mengatakan: “Karena di dalam Dia-lah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana, maupun kerajaan, baik pemerintah, maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia.” Lucifer diciptakan dengan keindahan yang sempurna sehingga ia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling cantik. Ia dipenuhi hikmat sehingga ia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang terpandai. Dari seluruh malaikat yang ada di Surga, Lucifer-lah yang paling pintar, cantik dan berkuasa. Yehezkiel 28:12 mencatat: “…..gambar dari kesempurnaan engkau, penuh hikmat dan maha indah.” Walaupun malaikat adalah makhluk yang indah dan berkuasa, namun mereka tidak boleh disembah karena malaikat adalah makhluk ciptaan Tuhan. Hanya Tuhan, Sang Pencipta saja yang patut disembah.

Kata Satan (dengan huruf besar) hanya digunakan dua kali di dalam Alkitab Terjemahan Baru (Wahyu 12:9, 20:2) untuk akar kata Yunani Satanas yang diterjemahkan menjadi "Iblis" di 34 tempat yang lain di Alkitab. Oleh karena itu sinonim "Satan" yang terdekat di dalam bahasa Indonesia adalah "Iblis".

Lucifer dan Beelzebul adalah dua nama lain yang disebut di dalam Alkitab yang seringkali dikaitkan dengan Satan. Nama "Lucifer" di dalam teologi Kristen diidentifikasikan dengan "putera Fajar" di dalam Yesaya 14:12 yang dikaitkan dengan "pemfitnah" dalam bagian lain di Perjanjian Lama. Beelzebub atau Beelzebub adalah nama dewa orang Filistin (lebih tepatnya sejenis Baal, dari kata Ba‘al Zebûb, yang artinya "Dewa Lalat") dan juga digunakan di Perjanjian Baru sebagai sinonim untuk Satan.

Selain itu Satan juga digambarkan sebagai ular dan naga (ular naga) dan banyak lagi. Di dalam kisah Kejadian, Satan diidentifikasikan sebagai ular yang membujuk Hawa untuk memakan Buah Pengetahuan yang Baik dan yang Benar. Wahyu 20:2 menyebut bahwa "si ular tua itu, yaitu Iblis dan Satan."

PEMAHAMAN HINDU

di dalam bahasa Sanskerta tidak dikenal istilah atau kata setan (satan). Kata ini rupanya berasal dari bahasa Arab (setan) atau Ibrani (satan), yang maknanya sangat dekat atau mirip dengan kata paiśaca, rakṣasa, dan asura. Kata setan (satan) di dalam The Student English-Sanskrit (Apte, 1987:408) adalah paiśaca (masculinum) dan paiśacī (femininum), paiśacagraṇī , paiśacanātha. Di dalam Ṛgveda (I.133.5) disebut dengan nama paiśacī sedang di dalam Atharvaveda (II.18.4; IV.20.6, 9; IV.36.4; IV.37.10; V.29.4.5.14; VI.32.2; VIII.2.12; XII.1.50) maknanya sama dengan di dalam Ṛgveda, yakni nama dari sekelompok raksasa. Di dalam Taittirī ya Saṁhitā (II.4.1.1, juga dalam Kāṭhaka Saṁhitā XXXVII.14) mereka diasosiasikan dengan para rakṣasa dan asura yang bermusuhan dengan para Dewa, manusia, dan leluhur. Di dalam Atharvaveda (V.25.9) mereka digambarkan sebagai kravyād yang artinya ‘pemakan daging mentah’, yang mungkin mengandung pengertian etimologi dari kata paiśaca tersebut. Hal ini sangat mungkin, bahwa paiśaca seperti diungkapkan oleh Grierson, merupakan musuh manusia, seperti suku asli di Barat Laut, yang sampai pada masa akhir disebut sebagai pemakan daging mentah (tidak mesti disebut kanibal, namun memakan daging manusia dalam rangkaian sebuah upacara ritual). Demikian, walaupun tidak semuanya, sepertinya paiśaca aslinya berarti ‘setan’, yang tampak seperti suku asli, hal itu ditunjukkan dengan identitasnya yang dicemohkan. Satu cabang ilmu pengetahuan disebut paiśacavidyā yang populer muncul pada akhir zaman Veda, di antaranya ditemukan dalam kitab Gopatha Brāhmaṇa (I.1.10) (Macdonell & Keith , II, 1982:533).

Di dalam kitab-kitab Purāṇa, paiśaca dijelaskan sebagai berikut. Makhluk yang berhati dengki yang merupakan perwujudan yang jahat. Setiap orang, di mana saja di bumi ini, sejak baru terjadinya alam semesta dipercaya telah hadir roh yang jahat. Menurut Mahābhārata (Ādiparva I) paiśaca merupakan ciptaan Dewa Brahmā. Pada masa awal Brahmā menciptakan 18 prajāpati yang dipimpin oleh Dakṣa, Gandharva, dan Paiśaca. Seperti halnya dalam Mahābhārata, dalam kitab-kitab Purāṇa juga merupakan ciptaan Brahmā. Paiśaca merupakan penghasut segala bentuk kejahatan dan memegang peranan penting di dalam kitab-kitab Purāṇa dan Mahābhārata. Paiśaca tinggal di istana Dewa Kubera dan memuja-Nya (Sabhāparva XI.49). Paiśaca tinggal di Gokarṇatī rtha dan memuja Dewa Śiva (Vanaparva LXXXV.25). Paiśaca adalah pemimpin roh-roh jahat. Ṛṣi Marī ci dan ṛṣi yang seperti beliau menciptakan roh-roh jahat (Vanaparva CCLXXII.46).  Minuman para paiśaca adalah darah dan makanannya adalah daging (Droṇaparva L.9). Para bhūta (roh-roh jahat) menjadikan Ravaṇa raja mereka (Vanaparva CCLXXV.88). Dalam perang Bhāratayuddha, kuda yang menarik kereta raksasa Alambuṣa adalah para paiśaca (Droṇaparva CLXVII.38). Paiśaca bertempur melawan Karṇa dan ia berpihak menolong Ghaṭotkaca  (Droṇaparva CLXXV.109). Arjuna mengalahkan paiśaca saat terbakarnya hutan Khāndava (Karṇaparva XXXVII.37). Paiśaca muncul saat pertempuran Arjuna dengan Karṇa (Karṇaparva XXXVII.50). Paiśaca memuja Dewi Parvatī  dan Parameśvara yang sedang bertapa di puncak gunung Muñjavān (Aśvamedhaparva VIII.5). Pada masa berlangsungnya perang Bhāratayuddha banyak paiśaca menjelma menjadi raja (Aśramavāsikaparva XXXI.6) (Mani, 1989:590).

Di dalam susastra Jawa Kuno kata paiśaca ditulis dengan paiśāca yang artinya tidak jauh dengan makna di dalam Veda dan susastra Sanskerta, yakni nama jenis makhluk halus, mungkin disebut demikian karena kegemarannya akan daging (piśa untuk piśita) atau karena warnanya yang kekuning-kuningan; setan, iblis, raksasa, jin, makhluk yang berarti dengki atau jahat. Di dalam Ādiparva (30) dinyatakan: saṅ Mṛgi makānak piśāca gaṇa bhūta……..; kata ini dapat juga dijumpai dalam Bhīṣmaparva 109; Agastyaparva 378; 385; Rāmāyaṇa 8.128; 20.3; 23.29; Sumanasantaka 147.10; Sutasoma 125.11 (Zoetmulder II,1995:826).          Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka di dalam kitab suci Veda, kitab-kitab Purāṇa, setan dapat diidentikkan dengan paiśaca, bhūta, rakṣasa, daitya, dan asura yang menghasut atau mendorong terjadinya kejahatan, dapat merasuki setiap orang dan bahkan menjelma menjadi raja sebagai pemimpin sebuah negara, dan lain-lain.

PEMAHAMAN BUDHA

Mara adalah bahasa pali atau bahasa sansekerta yang dipakai oleh agama Buddha, yang sering diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia... Tidak diterjemahkan penggoda, tidak diterjemahkan penghalang... tetapi diterjemahkan dengan setan, mahluk halus yang selalu membujuk, menarik, menyeret orang-orang untuk melakukan kejahatan atau perbuatan berdosa ( arti dosa dalam bahasa Indonesia ).

Tetapi sesungguhnya dalam ajaran Sang Budha menyebutkan, bahwa Mara adalah rintangan setan bagi manusia yang ingin mencapai pencerahan. Sang Budha menyebutkan bahwa Mara adalah Khanda, dan Khanda itu yang membentuk kehidupan ini.

Ada 5 khanda ( khanda itu artinya kelompok ):
a. kelompok jasmani ( Rupa )
b. kemampuan mengingat mengenali ( Sañña )
c. kemampuan mental merasakan ( Vedanä ),
d. kemampuan mental berpikir termasuk mengingat kenangan yang lalu, mempunyai rencana.. cita-cita.. harapan ( Sankhära ),
e. arus kesadaran ( Viññana ).

PEMAHAMAN YAHUDI

Rujukan yang banyak memaparkan mengenai setan adalah menurut tradisi Kabbalah ( mistisme yahudi ) yang menyebutkan bahwa setan adalah mahluk ciptaan YHWH yang digunakan YHWH untuk menguji keimanan umatnya seperti dalam cerita Adam & Hawa, Raja saul yang disembuhkan oleh Daud karena ia kerasukan roh jahat, dan Iblis yang ditugaskan oleh YHWH untuk mencobai Ayub. Setan dalam pemahaman yahudi lebih sebagai alat YHWH dan bukan sebagai yang melawan YHWH, karena dalam Taurat sendiri telah memaparkan bagaimana YHWH  menguji umatnya dengan menugaskan Iblis untuk mencobai mereka.

Thursday, April 23, 2015

Exorcisme Dalam 5 Agama

Pada dasarnya setiap agama mengajarkan atau memberi tuntunan kepada peganutnya untuk melakukan pengusiran setan/roh jahat. Kali ini saya akan membahas mengenai exorcisme dalam berbagai agama :

KATOLIK

Eksorsisme dilakukan dalam nama Yesus Kristus. Sebuah perbedaan dibuat antara eksorsisme formal, yang hanya dapat dilakukan oleh seorang imam selama pembaptisan atau dengan izin dari Uskup, dan "doa pembebasan "yang dapat dikatakan oleh siapa saja. Ritus Katolik untuk eksorsisme formal, disebut "Major Exorcism", diberikan dalam Bagian 11 dari Rituale Romanum. Ritual berisi pedoman untuk melakukan pengusiran setan, dan untuk menentukan kapan suatu eksorsisme formal diperlukan.  

 Imam diperintahkan untuk berhati-hati menentukan bahwa sifat penderitaan adalah tidak benar-benar penyakit psikologis atau fisik sebelum melanjutkan. 

Dalam prakteknya Katolik, orang yang melakukan eksorsisme dikenal sebagai pengusir setan atau exorcist, adalah seorang imam yang disucikan atau umat awam yang memiliki kemampuan. Pengusir setan yang membacakan doa-doa sesuai dengan rubrik ritus, dan dapat menggunakan bahan keagamaan seperti ikon, sakramentali, atau doa butiran malaikat Mikhael.

 Pengusir setan yang memanggil Tuhan-khususnya Nama Yesus-serta anggota Gereja Triumphant dan malaikat Mikhael untuk campur tangan dengan eksorsisme.  

Menurut pemahaman Katolik, beberapa eksorsisme mingguan selama bertahun-tahun kadang-kadang diperlukan untuk mengusir setan yang tertanam.
 Secara umum, yang dimiliki orang tidak dianggap sebagai kejahatan dalam diri mereka, atau sepenuhnya bertanggung jawab atas tindakan mereka. 

 Oleh karena itu, praktisi menganggap eksorsisme sebagai obat dan bukan semacam hukuman. Ritus Katolik biasanya memperhitungkan ini, memastikan bahwa tidak ada kekerasan yang dimiliki, hanya bahwa mereka terikat jika dianggap perlu untuk melindungi mereka sendiri dan praktisi.

Bahan yang biasa digunakan untuk melakukan ritual adalah salib, gambar orang-orang suci, garam, air suci, rosario, dan Alkitab ( dalam kasus tertentu boleh menggunakan tambahan Madah Bakti ). Doa yang bisa digunakan untuk ritual adalah doa bapa kami, doa butiran malaikat Mikhael, dan potongan-potongan ayat perjanjian baru.

ISLAM 

Eksorsisme disebut ruqya. Hal ini digunakan untuk memperbaiki kerusakan yang disebabkan oleh sihir atau ilmu hitam. Eksorsisme hari ini merupakan bagian dari tubuh yang lebih luas dari pengobatan alternatif Islam kontemporer disebut al-Tibb al-Nabawi (Pengobatan Nabi).
 
Eksorsisme Islam terdiri dari orang yang dirawat berbaring, sementara seorang syekh atau Kyai menempatkan tangan di kepala pasien sambil membaca ayat-ayat suci dari Al-Qur'an. Minum air suci (Air Zamzam dari Sumur Zamzam) juga dapat terjadi.
 

Ada beberapa ayat yang digunakan untuk memuliakan Allah S.W.T (misalnya Ayat (Arab: آية الكرسي Ayatul Kursi)), yang mengaktifkan pertolongan Allah S.W.T. Dalam beberapa kasus, azan / "ah-zan" (panggilan untuk shalat) juga didengungkan, karena hal ini memiliki efek memukul mundur makhluk gaib non-malaikat atau jin.
Nabi Muhammad S.A.W mengajarkan pengikutnya untuk membaca tiga surat terakhir dari Al-Qur'an, Surat Al-Ikhlas , Surat al-Falaq dan Surat al-Nas.


HINDU 

Keyakinan dan praktek yang berkaitan dengan praktek eksorsisme yang menonjol terhubung dengan Hindu. Dari empat Weda (kitab suci Hindu), Atharva Weda yang disebut berisi rahasia yang berkaitan dengan pengusiran setan, sihir dan alkimia. Sarana dasar eksorsisme adalah mantra dan yajna yang digunakan dalam kedua tradisi Weda dan Tantra. Tradisi Waisnawa juga mempekerjakan pembacaan nama-nama Narasimha dan membaca kitab suci, terutama Bhagavata Purana keras. Menurut Gita mahatmaya dari Padma Purana, membaca 3, 7 dan pasal 9 dari Bhagavad Gita, menawarkan hasil untuk membantu mereka dibebaskan dari kuasa gelap. Kirtan, membaca secara terus-menerus mantra, menjaga kesucian gambar suci dewa (Siwa, Wisnu, Hanuman, Brahma, Shakti, dll) (terutama dari Narasimha) di rumah, membakar dupa ditawarkan selama Puja, percikan air dari sungai-sungai suci , dan meniup conches digunakan di pura adalah praktik yang efektif lainnya. Sumber daya puranic utama pada hantu dan informasi terkait kematian adalah Garuda Purana.Penjelasan lengkap kelahiran dan kematian dan juga tentang jiwa manusia dijelaskan di Kato Upanishad, bagian dari Yajur Weda. Ringkasan ini juga tersedia sebagai kitab suci yang terpisah yang disebut Kāttakaṃ.

BUDHA 

Keyakinan Umat Budha dijelaskan bahwa salah satu rintangan dalam bersadhana salah satunya adalah kerasukan setan dari arwah orang yang meninggal dunia. Kitab Tripitaka menjelaskan cara melawan roh jahat adalah dengan membaca ayat-ayat dari sutra Budha.

YAHUDI

Dalam kitab Taurat, sangat sedikit tuntunan mengenai pengusiran setan bagi umat yahudi, karena hal itu dianggap tabuh dikalangan banyak umat yahudi. Ayat yang memberi penjelasan mengenai kerasukan setan hanyalah  ayat 2 Samuel mengenai raja Saul yang dihinggapi roh jahat dari YHWH ( sebutan Tuhan dalam ajaran Yahudi ) lalu disembuhkan oleh Daud dengan memainkan kecapi.

Sumber yang sangat banyak mengenai ritual pengusiran setan adalah gulungan Laut Mati di Qumran, yang menjelaskan bagaimana cara dahulu para Rabi menyembuhkan orang-orang yang kerasukan roh jahat.

Dalam misvah, yang diperbolehkan untuk melakukan exorcisme adalah Rabi yang ahli dalam Kabbalah. Cara untuk menyembuhkan orang yang kerasukan menurut tradisi kuno para Rabi adalah dengan memberi ramuan tumbuhan tertentu, air suci, meniup sofar, minyak zaitun, upacara kurban, menyelimuti pasien dengan Tallit, dan membaca ayat-ayat suci seperti Ulangan 6 : 4-9, Mazmur 22, Mazmur 23, Mazmur 90, Mazmur 91,  dan Mazmur 116.

Apa Itu Exorsisme ?

Eksorsisme (dari Bahasa Latin akhir exorcismus, yang berasal dari Bahasa Yunani exorkizein - mendesak) adalah sebuah praktik untuk mengusir setan atau makhluk halus (roh) jahat lainnya dari seseorang atau suatu tempat yang dipercaya sedang kerasukan setan. Praktek ini sudah cukup tua dan menjadi bagian dari sistem kepercayaan (agama) di berbagai negara.
Orang yang melakukan eksorsisme, dikenal dengan sebutan eksorsis, seringkali adalah seorang rohaniwan atau seseorang yang dipercaya memiliki kekuatan atau kemampuan khusus. Eksorsis bisa menggunakan doa-doa dan hal-hal religius lainnya, seperti mantra, gerak-gerik, simbol, gambar/patung orang suci, jimat, dan yang lainnya. Sang eksorsis seringkali memohon bantuan Tuhan, Yesus dan/atau beberapa malaikat dan malaikat agung lainnya untuk ikut campur di dalam eksorsisme.
Secara umum, orang yang sedang kerasukan setan tidak dianggap sebagai setan itu sendiri, termasuk juga sama sekali tidak bertanggung-jawab akan tindakan orang itu sendiri. Oleh karena itu, para pelakunya menganggap eksorsisme lebih sebagai suatu penyembuhan daripada suatu hukuman. Ritual-ritual yang umum akan hal ini biasanya memperhatikan unsur tersebut, memastikan bahwa tidak akan terjadi kekerasan terhadap diri orang yang kerasukan itu. Apabila ada potensi terjadinya kekerasan, maka orang yang sedang kerasukan itu biasanya hanya direbahkan dan diikat.[1]